🍂
Sudah sore, bahkan matahari hampir terbenam.
“Dok, udah boleh pulang belum adek saya?” tanya Jo pada dokter yang sedang memeriksa Sierra.
“Sudah sudah. Nanti 2 atau 3 minggu lagi datang lagi ya.”
“Baik dok.”
Semuanya pulang kerumah masing – masing, kecuali Raja. Ia ikut dengan Jo dan Sierra pulang menuju kediamannya. Alasannya sederhana, Raja mau mengantar Sierra pulang.
“Habis ini langsung mandi terus tidur. Gak ada main hp Ra.” ujar Raja. Senyum yabg awalnya mengembang kini mengempis.
“Yah.”
“Pilih cowo lo apa gua?” tanya Jo. Sierra tahu abangnya ini akan jauh lebih over dibandingkan pacarny, sehingga Sierra memilih Raja untuk saat ini.
Sesampainya di rumah, Sierra langsung ke kamarnya untuk bersih bersih. Raja tentunya tidak langsung pulang. Ia akan menetap di kediaman Sierra sampai Sierra benar benar tidur.
“Woi udah belum?” tanyanya dari luar pintu kamar.
“Ngapain lo? Gak pulang?”
“Gua masuk ya.”
Pintu pintu itu dibuka perlahan dan menampilkan Sierra dengan kaos oversize dan celana rumahannya.
“Handphone lagi. Tidur. Lo harus istirahat Ra.”
“Sabar anjir. Ada yang lagi bid photocard. Gua kepo.”
“Tidur Ra.”
Handphonenya dirampas dan dimatikan. Kepalanya ditidurkan perlahan. Raja pastikan bahwa posisi Sierra saat ini sudah nyaman dan siap untuk tidur.
“Kenapa gak langsung pulang?”
“Mau puk puk in lo.”
“Idih? Dikira gua anak kecil?”
“Lo anak kecil bagi gua. Anak kecil kesayangan gua.”
Sierra tersipu malu. Ia menutup wajahnya dengan selimut karena malu jika Raja melihat pipi merahnya.
Puk puk
“Tidur ya Sierra sayang.”
Puk puk
Lima menit kemudian, Sierra tertidur pulas. Raja bangkit berdiri, mengelus pucuk rambutnya dan menciumnya.
“Cepet sembuh bocil. Gua sayang sama lo. Beneran sayang.”