valseachn

🍂


Plak

“SUDAH CUKUP KAMU BERHUBUNGAN SAMA ANAK SAYA!” teriaknya.

“Yah yah udah. Ini temen abang juga,” lerai Jo.

“Bawa dia pergi.”

Tidak mau masalah menjadi rumit, Jo membawa Raja pulang.

“Kamu,” tunjuk sang ayah.

Plak

“Saya sudah bilang tidak akan merestui kalian berdua! Sadar dong!”

“Mas!” teriak ibunda ketika melihat putrinya dimarahi dan ditampar.

“Sebagai hukumannya, besok kamu harus ikut makan malam dengan orang yang saya jodohkan dengan kamu.”

“YAH!”

“Tidak ada penolakan atau kamu dan bunda kamu.. Habis di tangan saya.”

Sang ayah pergi meninggalkan ruang tengah. Perlahan, Sierra runtuh. Dirinya jatuh ke lantai dan menangis.

“Maafin bunda ya dek. Maafin bunda,” ujarnya sambil menangis dan mengusap pucuk kepala Sierra.

“Maafin bunda. Maaf.”

“Maafin bunda. Maafin bunda, Sierra.”


🍂


“Tahu gak Ra?”

“Enggak lah goblok. Nanya lagi.”

“Belom selesai babi.”

“Oh. Kenapa?”

“Tahu gak kenapa gua suka sama lo?”

“Ya gak tahu. Gua bukan dukun?”

“Karena senyum lo.”

“Senyum? Maksudnya?”

Sierra yang sedang menyandarkan kepalanya di bahu Raja terbangun.

“Senyum lo manis, gua suka.”

Diam sejenak.

“Setiap gua liat lo, gua selalu mengliat senyum adek gua di sana.”

Diam lagi.

“Adek gua tuh orang yang paling gua sayang. Bahkan kalau gua suruh milih mama atau adek, gua bakal pilih adek.”

Sierra tidak berkomentar apapun.

“Makasih ya Ra udah hadir di dunia.”

Raja menarik Sierra dalam pelukannya. Ia menangis.

“Jangan nangis Ja. Adek lo udah tenang di sana. Jangan ya?”

Claire Arshaka. Adik satu satunya Raja. Gadis kecil itu menderita penyakit kanker darah sejak umur 5 tahun. Dirinya terus berjuang untuk sembuh selama 3 tahun terakhir, namun Tuhan mengambilnya. Tuhan lebih menyayangi Claire dibandingkn Raja menyayangi Claire.


🍂


Tidak mungkin bagi Raja meninggalkan kekasihnya yang sedang sakit sendirian. Dia tahu, Sierra punya Jo, ibunya dan ayahnya yang bisa mnegurusnya, namun jika Raja yang mengurusnya tidak ada salahnya kan?

“Masih sakit?” tanya Raja sambil meletakkan barang bawaannya di pantry dapur.

“Masih, tapi better dari yang tadi.”

“Yaudah lo ke kamar aja. Nanti gua susul.”

“Serius?”

“Dua rius. Banyak cengcong lo, masuk.”

Dan Sierra pun masuk ke kamarnya. Sebenarnya dirinya juga males jika harus menunggu Raja di pantry, lebih baik dirinya di kamar menonton netflix sambil menyantap makanan yang Raja bawa tadi.

“Awas baju lo.”

“Ngapain anjing? Mesum ya lo?”

“Congor lo gua sembelih kebelah jadi dua gak?”

“Anjing.”

“Gua mau naro ini kompresan. Awas ah.”

Raja yang kasar, dingin dan tidak pedulian akan berubah ketika dirinya ada di samping Sierra. Memang, kedua pasangan ini sangat sering beradu mulut, namun keduanya saling menyayangi.

“Sini senderan di pundak gua.”

“Gak ah, gini enak.”

“Sini udah.” Kepala Sierra dibawa ke atas bahu lebar milik Raja.


🍂


Seperti biasa, Sierra selalu menghampiri pacarnya di kantin C. Kali ini, dirinya pergi bersama Juan.

“Eh anak baru tuh.” Bisik Juan. Ia tahu karena dirinya sempat lihat tweet Valen di twitter.

“Apasih belagu banget.” Batin Valen.

“Ini apaan sih? Gua cuma mau ke kantin C doang diikutin.” Batinnya lagi.

Valen menghentikan langkahnya dan menghampir Sierra dan Juan yang sedang bercanda sambil berjalan.

“Stop.”

“Lo minggir deh anak baru.” Ujar Juan.

“Gua gak punya urusan sama lo.”

“Oh lo punya masalah sama gua? Yaudah apa? Ngomong aja.”

“Stop ikutin gua.”

“Apa?”

“Stop. Ikutin. Gua.”

“Gua?”

“Iya lo. Dari tadi lo ngikutin gua, bahkan gua mau ke kantin aja diikutin.”

“Hello? Ngapain juga gua ikutin lo. Najis.”

“Bacot.”

Sierra dan Juan tidak menggubris lagi. Mereka meninggalkan Valen sendiri disana.

Valen yang tidak terima terus mengikutinya sambil mengoceh tidak jelas. Sayangnya, Sierra dan Juan tidak peduli dengan ocehan tersebut.

“Lo denger gua gak sih?”

“SIERRA!” Panggil Jo dari meja enpat.

“Bentar. Yok Ju.”

“Pantes gak dengerin gua. Mau nyamperin cowonya ternyata.”

“Nah lo udah tahu jawabannya. Minggir. Lepasin tangan gua.”

“Cowo lo banyak ya. Ini, terus itu, terus itu, itu.”

“Iri bilang bos. Minggir lo nenek lampir.”

Sierra melepas paksa tangannya dan pergi meninggalkan Valen dengan emosinya yang memuncak.


🍂


“Turun.” pinta sang ayah.

Seirra awalnya diam dan tidak mau turun, namun sang ayah mengencangkan suaranya dan membuat dirinya takut. Sierra dikenal sebagai gadis yang kuat dan berani di hadapan banyak orang, namun tidak di hadapan ayahnya. Ia takut. Ayahnya kejam.

“Yah.”

“Ikut saya.”

Tidak tahu keberadaan mereka di mana saat ini, yang jelas ini di daerah Gading Serpong.

“Jalan yang bener.”

Sang ayah menarik tangannya paksa dan membuat pergelangan tangannya memerah.

“Yah.. Mau apa?”

“Diem.”

“Ayah kalau gak mau bawa Sierra ke rumah sakit ya udah. Sierra udah bilang bakal pergi sama bunda.”

Pernyataannya tidak digubris. Entah apa maksud ayahnya ini menyeret Sierra sampai sini, tidak ada yang bisa menduganya.

Pim pim

Klakson itu.

“Om jangan main kasar dong sama anaknya. Anak om ini cewe bukan cowo.”

“Saya gak ada urusan sama kamu.”

“Kalau om menyakiti Sierra, saya yang bakal maju.”

“Tau apa kamu tentang anak saya? HAH?”

Bugh

“AYAH!”

Perkelahian hebat terjadi. Sierra ingin membantu namun tidak bisa. Keadaannya saat ini sangat tidak memungkinkan baginya untuk menolong bahkan melerai keduanya.

Bugh

Satu tonjokan berhasil mendarat tepat di batang hidung sang ayah. Dirinya terjatuh.

“Kurang ajar. Dasar anak setan.”

Bugh

Salah sasaran. Sang ayah malah menonjok putrinya.

“Ra? RA!”

Bugh Bugh Bugh

“Orang tua gak jelas!”

Bugh

“RAJA UDAH!”

“Raja udah... Bawa aku pergi...” lirih Sierra.

Tentu Raja langsung menghentikan aksinya dan membawa Sierra pergi.

“Saya gak akan merestui kalin berdua!”

“Masa bodo.”


🍂


Sesuai perintah sang ibu, Sierra memutuskan untuk tidak pulang. Dalam benaknya selalu terbayang bagaimana bundanya saat ini berjuang untuk hidup dan melawan siksaan dari sang ayah.

“AH.” Teriaknya.

“Napa lo Ra? Kebanyakan tugas?” Tanya Yunan.

“Gak tau. Pikiran gua kacau banget.”

Segera, Raja menghampirinya dan mengecup keningnya. Cukup lama, namun menenangkan. Setelahnya, Raja memberikan pelukan paling hangat padanya.

“Gua blender juga nih bumi.” Ujar Yunan.

“Makanya pacaran.” Jawab Tama.

“Lo jomblo diem aje ye setan.” Kali ini Jo yang menyambar.

“Ah bacot. Lo pada gak ada cewe aja sok keras.” Raja membuka mulutnya.

“Babik. Raja babik. Semoga makanan lo kejatuhan cicak.”

“Anjing.”


🍂


Sierra dan Jo tiba di kampus dengan raut muka yang tidak dapat diartikan. Tatapan Sierra kosong, benar benar kosong dan semua itu adalah salah ayahnya.

“Ra!” panggil Raja dari kejauhan. Ia berlari dan menghampiri pacarnya disana. Digandeng tangan kirinya lalu pergindari area parkir.

“Ngapa lo?”

“Tau dah bokap bacot bener.”

“Mulut Ra. Mau gimana pun juga, dia tetep bokap lo. Gak boleh lo ngeluarin kata kata tadi buat bokap lo.”

“Ya gimana? Emang bacot.”

“Kenapa sih Ra?”

Kini keduanya menghentikan langkahnya. Raja yang semula berdiri di sampingnya kini berpindah ke depan. Ia berlutut sambil memegang tangan mungil sang kekasih.

“Gua takut keilangan lo, Ja.”

“Lo gak bakal pergi dari gua Ra. Lo jangan takut. Gua selalu ada di samping lo. Gua bakal selalu lindungin lo sampai kapan pun.”

“Bahkan Ra, kalau gua harus gugur di medan perang demi lindungin lo, gua siap. Gua siap Ra”

Raja mengecup punggung tangan kekasihnya dengan lembut lalu ia berdiri.

“Gua takut Ja.”

Matanya mulai berkaca kaca. Dirinya menangis.

“Gak Ra. Jangan takut.”

Sierra, wanita tangguh, berani, dan tidak kenal takut untuk menghadapi bahaya di depannya. Namun satu hal yang perlu kalian ketahui, dirinya bisa menjadi rapuh jika menyangkut dengan ibunya, abangnya, dan kekasihnya.


🍂


Sudah sore, bahkan matahari hampir terbenam.

“Dok, udah boleh pulang belum adek saya?” tanya Jo pada dokter yang sedang memeriksa Sierra.

“Sudah sudah. Nanti 2 atau 3 minggu lagi datang lagi ya.”

“Baik dok.”

Semuanya pulang kerumah masing – masing, kecuali Raja. Ia ikut dengan Jo dan Sierra pulang menuju kediamannya. Alasannya sederhana, Raja mau mengantar Sierra pulang.

“Habis ini langsung mandi terus tidur. Gak ada main hp Ra.” ujar Raja. Senyum yabg awalnya mengembang kini mengempis.

“Yah.”

“Pilih cowo lo apa gua?” tanya Jo. Sierra tahu abangnya ini akan jauh lebih over dibandingkan pacarny, sehingga Sierra memilih Raja untuk saat ini.

Sesampainya di rumah, Sierra langsung ke kamarnya untuk bersih bersih. Raja tentunya tidak langsung pulang. Ia akan menetap di kediaman Sierra sampai Sierra benar benar tidur.

“Woi udah belum?” tanyanya dari luar pintu kamar.

“Ngapain lo? Gak pulang?”

“Gua masuk ya.”

Pintu pintu itu dibuka perlahan dan menampilkan Sierra dengan kaos oversize dan celana rumahannya.

“Handphone lagi. Tidur. Lo harus istirahat Ra.”

“Sabar anjir. Ada yang lagi bid photocard. Gua kepo.”

“Tidur Ra.”

Handphonenya dirampas dan dimatikan. Kepalanya ditidurkan perlahan. Raja pastikan bahwa posisi Sierra saat ini sudah nyaman dan siap untuk tidur.

“Kenapa gak langsung pulang?”

“Mau puk puk in lo.”

“Idih? Dikira gua anak kecil?”

“Lo anak kecil bagi gua. Anak kecil kesayangan gua.”

Sierra tersipu malu. Ia menutup wajahnya dengan selimut karena malu jika Raja melihat pipi merahnya.

Puk puk

“Tidur ya Sierra sayang.”

Puk puk

Lima menit kemudian, Sierra tertidur pulas. Raja bangkit berdiri, mengelus pucuk rambutnya dan menciumnya.

“Cepet sembuh bocil. Gua sayang sama lo. Beneran sayang.”


🍂


Yup, Sierra akhirnya bisa duduk di kursi kemudi. Sebenarnya, Juan agak takut. Ia memikirkan nasib kedepannya, takut Sierra jatoh dan dihabisi oleh pacarnya serta abangnya, takut nara lecet, dan sebagainya. Namun demi segelas boba ia merelakannya.

“Awas. Jangan jauh jauh.”

“Gua sampai depan situ ya terus balik lagi.”

“Bisa puter balik?”

“Enggak. Nanti gua turun tuntun aja.”

“Bego.”

Sierra menaiki motor itu. Posisinya belum siap tapi dirinya sudah ngegas. Hasilnya? Dirinya menabrak pagar dan jatuh. Tubuhnya yang kecil ditiban oleh motor yang besar.

“JU TOLONG JU. SAKIT BANGET ANJIR TANGAN GUA.”

Mendengar teriakan itu, Juan spontan menaruh handphonenya dan berlari menuju tempat Sierra terjatuh.

“Duh Ju sakit banget anjir tangan gua. Patah kali ya?”

“HAH? SINTING KAN ANJING.”

“Gimana dong Ju?”

“Ke rumah sakit deket sini aja deh. Skip aja kelas berikutnya.”

“Abis ini nyawa gua sama cowo lo.”

“Hehe. Love you Juan.”

Juan segera membantu Sierra berdiri dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Masa bodo nara lecet, yang penting Sierra selamat.

Setelah sampai, Sierra langsung di ronsen. Dan benar saja, ada retakan di tangannya dan hal inilah yang membuat tangannya sangat sakit untuk digerakkan. Dirinya di gips dan diberi perban.

“Panik banget anjir. Kenapa deh?”

“Ya iya anjir. Lo luka gimana gua gak panik?”

“Santai aja kali. Cowo gua mah santai. Abang gua doang yang enggak.”

“Gak membantu ye anying.”


🍂


Sierra berjalan menyelusuri koridor untuk menghampiri pacarnya dan abangnya. Kalau kalian bertanya dimana Juan, dia sedang bertemu dengan dosen pembimbing.

Koridor C merupakan koridor yang paling ditakuti dan dihindari oleh banyak mahasiswa mahasiswi. Biasanya, banyak anak anak nakal yang nongkrong dan sering menggangu orang yang berlalu lalang.

“Kiw cewek.” Panggil salah satu mahasiswa. Sierra menghiraukannya dan terus berjalan.

“Sombong banget woi,” ujar salah satu dari mereka.

“Samperin samper.”

Sierra dikepung. Kiri kanan depan belakangnya kini telah berdiri seorang mahasiswa berbadan kekar.

“Minggir.”

“Eits gak bisa gitu dong.”

“Gua bilang minggir.”

“Kita bakal minggir kalo lo mau ikut kita.”

“Ogah. Minggir.”

“Ngelunjak nih anak. Sikat bro.”

Emosi Sierra memuncak. Satu persatu dari mereka kini maju dan mendekat. Demi melindungi diri, Sierra melanyangkan satu pukulan tepat di pipinya.

Bugh

“Bacot babi.”

“Gak bener nih cewe. Maju lah kita.”

Perlahan mereka semua mulai menyerang Sierra. Satu lawan empat. Untungnya, kekuatan Sierra jauh lebih kuat dibanding mereka berempat.

“Maju lo! KO? Hah?” tanya Sierra setelah semuanya ia bantai.

Keempat mahasiswa itu akhirnya lari dan pergi meninggalkan Sierra. Banyak mahasiswa serta mahasiswi yang memperhatikan dan cukup takjub padanya. Setelah berbulan bulan keempat anak tersebut menguasai koridor C, akhirnya ada yang berani untuk membantai keempat anak itu.