🍂
Yup, Sierra akhirnya bisa duduk di kursi kemudi. Sebenarnya, Juan agak takut. Ia memikirkan nasib kedepannya, takut Sierra jatoh dan dihabisi oleh pacarnya serta abangnya, takut nara lecet, dan sebagainya. Namun demi segelas boba ia merelakannya.
“Awas. Jangan jauh jauh.”
“Gua sampai depan situ ya terus balik lagi.”
“Bisa puter balik?”
“Enggak. Nanti gua turun tuntun aja.”
“Bego.”
Sierra menaiki motor itu. Posisinya belum siap tapi dirinya sudah ngegas. Hasilnya? Dirinya menabrak pagar dan jatuh. Tubuhnya yang kecil ditiban oleh motor yang besar.
“JU TOLONG JU. SAKIT BANGET ANJIR TANGAN GUA.”
Mendengar teriakan itu, Juan spontan menaruh handphonenya dan berlari menuju tempat Sierra terjatuh.
“Duh Ju sakit banget anjir tangan gua. Patah kali ya?”
“HAH? SINTING KAN ANJING.”
“Gimana dong Ju?”
“Ke rumah sakit deket sini aja deh. Skip aja kelas berikutnya.”
“Abis ini nyawa gua sama cowo lo.”
“Hehe. Love you Juan.”
Juan segera membantu Sierra berdiri dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Masa bodo nara lecet, yang penting Sierra selamat.
Setelah sampai, Sierra langsung di ronsen. Dan benar saja, ada retakan di tangannya dan hal inilah yang membuat tangannya sangat sakit untuk digerakkan. Dirinya di gips dan diberi perban.
“Panik banget anjir. Kenapa deh?”
“Ya iya anjir. Lo luka gimana gua gak panik?”
“Santai aja kali. Cowo gua mah santai. Abang gua doang yang enggak.”
“Gak membantu ye anying.”