valseachn


Jarak dari rumah Jean ke MCD tidak sejauh itu, apalagi Jean pergi menggunakan motor. Jadi, tidak butuh waktu lama bagi dirinya membeli es krim untuk sang kekasih.

Sesampainya di rumah, Jean langsung memarkirkan motornya. Namun, gadis itu kembali datang dan menghampiri Jean.

“Hi? Boleh berteman?”

“Gak,” balasnya singkat.

“Aku Riri. Semoga kita bisa menjadi teman yang baik”

Jean terus membuang mukanya. Ia hiraukan gadis ini yang mengoceh ini.

“Anyway, boleh minta nomornya? Kan kita teman sekarang”

“Gak”

“Kenapa? Kan aku mau temenan sama kamu. Dari temenan nanti kita bisa jadi sahabat”

“Gak tertarik makasih”

Jean benar benar muak. Ia langsung pergi dari hadapan Riri dan masuk ke dalam rumah.


“Kia, ini es krimnya,” teriak Jean dari lantai bawah.

Sedetik, dua detik, tiga detik, hingga 10 detik tidak ada tanda kehidupan. Jean segera berlari menuju kamarnya dan mendapati Kia yang sedang tertidur pulas.

“Gemes” ujarnya sambil mengelus kepala Kia lembut.

“Aku ketemu gadis yang kamu maksud. Beneran freak” bisiknya perlahan.



“Kia, coba nak dibangunin Jean nya”

“Ok tante”

Kia beranjak naik ke atas. Anak tangga yang tergolong cukup banyak itu ia injak perlahan.

“Jean. Hey. Babe”

“Hmm”

Wake up. Udah siang”

“Hmm”

Jean tidak kunjung membuka matanya.

Hey

Just one minute please

Okay fine

Jean tersenyum tipis. Segera ia menarik selimutnya, lagi.

“Udah abis. Ayo bangun Jean”

“Gendong”

“Mana kuat aku gendong kamu, aneh”

Perlahan, Jean membuka matanya. Cahaya matahari yang telah memenuhi kamarnya, juga seorang wanita yang sejak tadi duduk di pinggir kasur membuatnya sedikit terkejut.

Morning. Ayo bangun makan”

Jean terdiam. Bukannya berdiri, Jean malah menarik Kia dalam pelukannya.

“Stop. Ayo turun makan. Tadi aku masak bareng mama kamu”

Dana akhirnya setelah sekian lama, Jean mau berdiri dan turun ke bawah untuk makan.


Tingtong.. Suara bell rumah yang menggema dan membuat riwuh satu rumah.

“Gapapa tante, Kia aja yang buka”

Dengan langkahnya yang kecil, Kia berjalan menuju pintu depan.

“Halo”

“Eh iya halo”

“Aku tetangga baru. Rumahku di sebelah rumah ini”

“Oh iya hehe”

“Ini ada sedikit hadiah. Diterima ya”

“Oh iya. Makasih ya”

“Ngomong ngomong, kamu siapanya ya? Putrinya? Atau pembantunya?”

“Hah? Sinting kali nih orang ngatain gua pembantu”

“Setahu aku, rumah ini cuma punya 2 anak laki laki. Gak mungkin kamu mamanya karena kamu masih muda”

“Calon mantu”

“Oh.. Btw lagi, aku boleh masuk gak ya?”

“Sorry, gak bisa. Gua sibuk”

Kia yang sudah menggebu – gebu segera menutup pintu, namun ditahan oleh gadis tersebut.

“Okay maaf. Ngomong – ngomong, aku Riri” ujarnya sambil menjulurkan tangan kanannya.

“Kia” jawabnya singkat.

“Permisi” ujarnya lagi. Kia menutup pintu tersebut dan berjalan menuju arah dapur.

“Siapa? Kok lama?” tanya Jean.

“Tetangga baru katanya. Gak jelas banget, aku males”

“Sini duduk makan. Biarin aja orang kayak gitu, gak usah dipikirin”



“Eh nak Kia. Lagi nunggu siapa?” tanya seorang guru padanya.

“Sore ibu. Saya nunggu Jean bu”

“Oh pacarmu yang teriak tadi ya? Lucu ya kalian. Saya jadi ingin kembali muda”

“Ehehe enggak bu.” Kia terkekeh. Jujur, dari lubuk hatinya yang paling dalam, dirinya malu jika harus mengingat kejadian tadi.

“Woy Kia!” panggil seorang pemuda. Harsa namanya.

“Kalo cuma ngejek, pergi jauh jauh deh. Sensi nih gua”

“Galak banget. Ini Jean nyuruh gua beliin lo somai. Katanya lo laper, jadi disuruh ganjel pake ini”

“Jean kemana?”

“Lagi turun”

“Oh”

“Yaudah gua balik duluan ya. Saya pamit ya bu”

“Jean romantis banget sih. Pengen saya tikung deh”

“Eh? Ehehe”

“Ki!” kali ini Jean yang memanggil Kia. Dirinya hendak memeluk tubuh pacarnya yang mungil itu, namun karena ada guru disana, ia urungkan niatnya itu.

“Sore bu”

“Sore juga. Dah tuh Ki, pacarnya udah disini. Ibu pamit ya”

“Eh iya bu,” jawab Kia.

Setelah sang guru pergi dari hadapan kedua pasangan ini, Jean langsung memeluk tubuh pacarnya yang mungil.

“Bau apek”

“Biarin, kan suka”



“Kia, coba nak dibangunin Jean nya”

“Ok tante”

Kia beranjak naik ke atas. Anak tangga yang tergolong cukup banyak itu ia injak perlahan.

“Jean. Hey. Babe”

“Hmm”

Wake up. Udah siang”

“Hmm”

Jean tidak kunjung membuka matanya.

Hey

Just one minute please

Okay fine

Jean tersenyum tipis. Segera ia menarik selimutnya, lagi.

“Udah abis. Ayo bangun Jean”

“Gendong”

“Mana kuat aku gendong kamu, aneh”

Perlahan, Jean membuka matanya. Cahaya matahari yang telah memenuhi kamarnya, juga seorang wanita yang sejak tadi duduk di pinggir kasur membuatnya sedikit terkejut.

Morning. Ayo bangun makan”

Jean terdiam. Bukannya berdiri, Jean malah menarik Kia dalam pelukannya.

“Stop. Ayo turun makan. Tadi aku masak bareng mama kamu”

Dana akhirnya setelah sekian lama, Jean mau berdiri dan turun ke bawah untuk makan.


Tingtong.. Suara bell rumah yang menggema dan membuat riwuh satu rumah.

“Gapapa tante, Kia aja yang buka”

Dengan langkahnya yang kecil, Kia berjalan menuju pintu depan.

“Halo”

“Eh iya halo”

“Aku tetangga baru. Rumahku di sebelah rumah ini”

“Oh iya hehe”

“Ini ada sedikit hadiah. Diterima ya”

“Oh iya. Makasih ya”

“Ngomong ngomong, kamu siapanya ya? Putrinya? Atau pembantunya?”

“Hah? Sinting kali nih orang ngatain gua pembantu”

“Setahu aku, rumah ini cuma punya 2 anak laki laki. Gak mungkin kamu mamanya karena kamu masih muda”

“Calon mantu”

“Oh.. Btw lagi, aku boleh masuk gak ya?”

“Sorry, gak bisa. Gua sibuk”

Kia yang sudah menggebu – gebu segera menutup pintu, namun ditahan oleh gadis tersebut.

“Okay maaf. Ngomong – ngomong, aku Riri” ujarnya sambil menjulurkan tangan kanannya.

“Kia” jawabnya singkat.

“Permisi” ujarnya lagi. Kia menutup pintu tersebut dan berjalan menuju arah dapur.

“Siapa? Kok lama?” tanya Jean.

“Tetangga baru katanya. Gak jelas banget, aku males”

“Sini duduk makan. Biarin aja orang kayak gitu, gak usah dipikirin”