Sejak kepergian Jean, tidak ada lagi alasan bagi Kia untuk tidur malam. Biasanya, Jean selalu menemani Kia yang begadang, entah dengan alunan musik yang indah, tawa candanya, dan hal random lainnya.

Dunia Mimpi

“Kiana!” panggilnya. Suara tersebut mendekat. Dekat dan semakin dekat.

“Si-siapa?”

Cahaya itu mulai menerangi ruangan yang sedikit redup. Benar, Jean yang meneranginya.

“JEAN!” Sang hawa segera memeluk sang adam dan mencurahkan segala air matanya di pundak sang adam.

“Aku kangen kamu”

“Aku juga. Aku juga Jean”

“Ayo kita keliling. Kamu pasti suka tempat ini”

Jean segera mengandeng sang hawa. Namun, sang hawa tidak menggerakkan badannya. Ia takut.

“Kenapa?”

“Aku takut”

“Jangan takut, aku disini. Aku kenal tempat ini, jadi gak bakal kesasar”

Setelah bujukkan beribu ribu kali, akhirnya Kia menurut dan melangkahkan kakinya untuk mengikuti Jean.

“Ini.. di pantai waktu itu?” tanya Kia. Jean menggandeng Kia lagi dan membawanya mendekati wilayah laut.

“Jangan. Nanti kebawa ombak”

Namun tetap, Jean tetap membawa Kia.

“Inget gak? Dulu kita foto prewed di tempat ini. Terus sebelum pulang, kita foto foto dulu. Dan-”

“Jangan dilanjut. Aku gak mau”

“Kia”

“Jean... Sayang..”

“Maafin aku. Aku ninggalin kamu gitu aja tanpa berpamitan”

“Kamu gak salah Jen, sama sekali engga. Aku yang salah ngajak photo prewed disini. Harusnya di Jakarta aja”

“Enggak. Kamu gak salah. Jangan salahkan diri kamu ya?”

“Jean...”

Kia kembali menangis. Ia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Jean. Apa Jean mau mengulang kejadian hari itu? Atau?

“Maafin aku ya? Dan izinkan aku pergi”

“Kenapa harus pergi? Disini aja sama aku, Jean”

“Tuhan manggil aku. Tuhan mau aku kembali”

“Kenapa? Aku disini lebih sayang sama kamu”

“Aku tahu. Aku juga sayang sama kamu, tapi Tuhan lebih sayang aku melebihi aku dan kamu saling menyayangi”

“Jean..”

“Bolehkan aku pergi?”

Kia hanya bisa menangis dan sang adam hanya bisa memeluk. Mengelus pundak perlahan dan menenangkan. Dirinya terus mencoba agar Kia ikhlas dan rela melepaskannya.

Setelah sedikit tenang dan diam dalam seribu bahasa, perpisahan itu benar terjadi.

“Bahagia selalu ya Jean. Kamu akan selalu menjadi pemilik hatiku”

Sang adam tersenyum dan mengecup dahi sang hawa dengan begitu hangatnya.

“Terima kasih. Aku pergi ya?”

“Selamat jalan Jean”

Lambaian tangan menjadi akhir dari perjumpaan mereka. Ombak mulai membawa Jean pergi dan hilang dari hadapan Kia. Dirinya yang menyaksikan hal tersebut hanya bisa tersenyum.

Senyuman itu tidak berlangsung lama. Kini semua senyuman itu telah lenyap dan berubah menjadi kesedihan. Air mata kembali jatuh dan membahasi pipinya. Kakinya lemas. Kini dirinya pingsan.


Inhale the future, exhale the past.